Rabu, 28 September 2011

Pendidikan Islam Pada Masa Bani Umayyah

B. Latar Belakang Sosial Politik Bani Umayyah Muawiyyah adalah pendiri dinasti Umayyah, ia merupakan putra dari Abu Sufyan ibn Umayyah ibn Abdu Syam ibn Abd Manaf. Ibunya adalah Hidun binti Utbah ibn Rabiah ibn Abd Syan ibn Abd Manaf. Sebagai keturunan Abd Manaf, Muawiyah mempunyai hubungan kekerabatan dengan Nabi Muhammad. Ia masuk Islam pada hari penaklukkan kota Mekkah bersama penduduk Mekkah lainnya. Ketika itu Muawiyyah berusia 23 tahun. Mu’awiyah memerintah 661-680 adalah orang yang bertanggung jawab atas perubahan sistem. sukses kepemimpinannya dari yang bersifat demokratis dengan cara pemilihan kepada yang bersifat keturunan. Bani Umayyah berhasil mengokohkan kekhilafahan di Damascus selama 90 tahun (661-750) . Pemindahan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damascus menandai era baru. Daulah Bani Umayyah mempunyai peranan penting dalam perkembangan masyarakat di bidang politik, ekonomi dan sosial. hal ini didukung oleh pengalaman politik Mu`awiyah sebagai Bapak pendiri daulah tersebut yang telah mampu mengendalikan situasi dan menepis berbagai anggapan miring tentang pemerintahannya. M.Muawiyah bin Abu sufyan adalah seorang politisi handal di mana pengalaman politiknya sebagai gubernur Syam pada masa khalifah Utsman bin Affan cukup mengantar dirinya mampu mengambil alih kekuasaan dari genggaman keluarga Ali bin Abi Thalib. Pada masa dinasti Umayyah politik telah mengalami kamajuan dan perubahan, sehingga lebih teratur dibandingkan dengan masa sebelumnya, terutama dalam hal Khilafah (kepemimpinan), dibentuknya Al-Kitabah (Sekretariat Negara), Al-Hijabah (Ajudan), Organisasi Keuangan, Organisasi Keahakiman dan Organisasi Tata Usaha Negara. C. Perkembangan Pendidikan Pada Masa Bani Umayyah Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi,. Kajian ilmu yang ada pada periode ini berpusat di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa kota lainnya, seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik dan Palestina (Syam), Fistat (Mesir). Diantara ilmu-ilmu yang dikembangkannya, yaitu: kedokteran, filsafat, astronomi atau perbintangan, ilmu pasti, sastra, seni baik itu seni bangunan, seni rupa, amuoun seni suara . Pada masa khalifah-khalifah Rasyidin dan Umayyah sebenarnya telah ada tingkat pengajaran, hampir sama seperti masa sekarang. Tingkat pertama ialah Kuttab, tempat anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal Al-Qur’an serta belajar pokok-pokok Agama Islam. Setelah tamat Al-Qur’an mereka meneruskan pelajaran ke masjid. Pelajaran di masjid itu terdiri dari tingkat menengah dan tingkat tinggi. Pada tingkat menengah gurunya belumlah ulama besar, sedangkan pada tingkat tingginya gurunya ulama yang dalam ilmunya dan masyhur ke’aliman dan kesalehannya. Umumnya pelajaran diberikan guru kepada murid-murid seorang demi seorang. Baik di Kuttab atau di Masjidpada tingkat menengah. Pada tingkat tinggi pelajaran diberikan oleh guru dalam satu halaqah yang dihadiri oleh pelajar bersama-sama . Ilmu-ilmu yang diajarkan pada Kuttab pada mula-mulanya adalah dalam keadaan sederhana, yaitu: a. Belajar membaca dan menulis b. Membaca Al-Qur’an dan menghafalnya c. Belajar pokok-pokok agama Islam, seperti cara wudhu, shalat, puasa dan sebagainya. Ilmu-ilmu yang diajarkan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari: a. Al-Qur’an dan tafsirannya. b. Hadis dan mengumpulkannya. c. Fiqh (tasri’). Pemerintah dinasti Umayyah menaruh perhatian dalam bidang pendidikan. Memberikan dorongan yang kuat terhadap dunia pendidikan dengan penyediaan sarana dan prasarana. Hal ini dilakukan agar para ilmuan, para seniman, dan para ulama mau melakukan pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta mampu melakukan kaderisasi ilmu. Pada zaman bani Umayyah ada tiga gerakan yang berkembang dengan sendirinya, yaitu : Gerakan Ilmu Agama, karena didorong semangat agama sendiri yang sangat kuat pada waktu itu. Gerakan di dalam bidang ini dapat di pisah-pisahkan menjadi beberapa bagian, yaitu : a. Lembaga dan pusat pendidikan Islam, Pada zaman ini masjid menjadi semcam lembaga sebagai pusat kehidupan dan kegiatan ilmu terutama ilmu-ilmu agama. Seorang ustadz duduk dalam masjid dan murid duduk di sekelilingnya mendengarkan pelajarannya. Kadang dalam satu masjid terdapat beberapa halaqoh dengan ustadz dan pelajaran berbeda-beda. Kadang pula ustadz menggunakan rumahnya untuk mengajar. Pada zaman ini belum ada sekolah atau gedung khusus sebagai tempat belajar. Beberapa ustadz pada masa ini adalah Abdullah bin Abbas, Hasan Basri, Ja'far As-Shidiq dan lain-lain. Sedangkan kota-kota yang menjadi pusat kegiatan pendidikan ini masih seperti pada zaman Khulafaur rosyidin yaitu, Damaskus, Kufah, Basrah, Mesir dan ditambah lagi dengan pusat-pusat baru seperti Kordoba, Granada, Kairawan dan lain-lain. b. Materi bidang ilmu pengetahuan. Materi/ilmu-ilmu agama yang berkembang pada zaman ini dapat dimasukan dalam kelompok Al-Ulumul Islamiyah yaitu ilmu-ilmu Al-Qur'an, Al-Hadits, Al-Fiqih, At-Tarikh, Al-Ulumul Lisaniyah dan Al-Jughrofi. Gerakan Filsafat, karena ahli agama di akhir bani Umayyah mempergunakan filsafat untuk melawan Yahudi dan Nasrani. Pemikiran teologis dari agama Kristen sudah berkembang lebih dulu sebelum datangnya Islam dan masuk ke lingkungan Islam secara sengaja untuk merusak akidah Islam. Karena itu timbul dalam Islam pemikiran yang bersifat teologis untuk menolak ajaran-ajaran teologis dari agama Kristen yang kemudian disebut Ilmu Kalam. Ilmu kalam dalam perkembangannya menjadi ilmu khusus yang membahas tentang berbagai macam pola pemikiran yang berbeda dari ajaran Islam sendiri, karena dalam Al-Qur'an terdapat banyak ayat yang memerintahkan untuk membaca, berfikir, menggunakan akal dan sebagainya yang kesemuanya mendorong umat Islam, terutama para ahlinya untuk berfikir mengenai segala sesuatu guna mendapatkan kebenaran dan kebijaksnaan. Gerakan Sejarah, karena ilmui-ilmu agama memerlukan riwayat. Pada zaman bani Umayyah gerakan sejarah menghasilkan tarikh yang terbagi dalam dua bidang besar : 1. Tarikh Islam, yaitu tarikh kaum muslimin dengan segala perjuangannya, riwayat hidup pemimpin-pemimpin mereka. Sumber tarikh dalam bidang ini adalah dari amal perbuatan mereka sendiri. 2. Tarikh umum, yaitu tarikh bangsa-bangsa lain yang dipelajari dan disalin dengan sungguh-sungguh sejan zaman bani Umayyah. Hal ini karena kholifah mereka termasuk orang-orang yang paling gemar untuk mengetahui orang-or ang ternama dari tarikh bangsa lain. Pembukuan ilmu sejarah sudah dimulai dan berkembang pesat pada zaman Abbasiyah. Demikian pesatnya sehingga mencapai jumlah 1:300 judul seperti yang diterangkan dalam kitab Kashfud Dhunun. D. Tokoh-Tokoh Pada Masa Bani Umayyah Tokoh-tokoh pendidikan pada masa Bani Umayyah terdiri dari ulama-ulama yang menguasai bidangnya masing-masing seperti dalam bidang tafsir, hadist, dan Fiqh. Selain para ulama juga ada ahli bahasa/sastra. 1. Ulama-ulama tabi’in ahli tafsir, yaitu: Mujahid, ‘Athak bin Abu Rabah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Masruq bin Al-Ajda’, Qatadah. Pada masa tabi’in tafsir Al-Qur’an bertambah luas dengan memasukkan Israiliyat dan Nasraniyat, karena banyak orang-orang Yahudi dan Nasrani memeluk agama Islam. Di antara mereka yang termasyhur: Ka’bul Ahbar, Wahab bin Munabbih, Abdullah bin Salam, Ibnu Juraij 2. Ulama-ulama Hadist yaitu: Abu Hurairah, ‘Aisyah, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas ,Jabir bin Abdullah, Anas bin Malik. Kitab bacaan satu-satunya ialah al-Qur’an. Sedangkan hadis-hadis belumlah dibukukan. Hadis-hadis hanya diriwayatkan dari mulut ke mulut. Dari mulut guru ke mulut muridnya, yaitu dari hafalan guru diberikannya kepada murid, sehingga menjdi hafalan murid pula dan begitulah seterusnya. Setengah sahabat dan pelajar-pelajar ada yang mencatat hadist-hadist itu dalam buku catatannya, tetapi belumlah berupa buku menurut istillah kita sekarang. 3. Ahli bahasa/sastra: Seorang ahli bahasa seperti Sibawaih yang karya tulisnya Al-Kitab, menjadi pegangan dalam soal berbahasa arab. Sejalan dengan itu, perhatian pada syair Arab jahiliahpun muncul kembali sehingga bidang sastra arab mengalami kemajuan. Di zaman ini muncul penyair-penyair seperti Umar bin Abu Rabiah ,Jamil al-uzri ,Qys bin Mulawwah ,yang dikenal dengan nama Laila Majnun, Al-Farazdaq, Jarir, dan Al akhtal. sebegitu jauh kelihatannya kemajuan yang dicapai Bani Umayyah terpusat pada bidang ekspansi wilayah, bahasa dan sastra arab, serta pembangunan fisik. Sesungguhnya dimasa ini gerakan-gerakan ilmiah telah berkembang pula, seperti dalam bidang keagamaan, sejarah dan filsafat. Dalam bidang yang pertama umpamanya dijumpai ulama-ulama seperti Hasan al-Basri, Ibnu Syihab Az-Zuhri, dan Wasil bin Ata. Pusat kegiatan ilmiah ini adalah Kufah dan Basrah di Irak. Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah adalah seorang orator dan penyair yang berpikir tajam. Ia adalah orang pertama yang menerjemahkan buku-buku tentang astronomi, kedokteran, dan kimia .


Klik Disini untuk Postingan yang lebih dahulu

Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Nabi Muhammad.

Satu Lagi Dari Bank Miko
A. Fase Mekkah Nabi Muhammad, sebelum diangkat menjadi Rasul, lebih mengutamakan hidup mengasingkan diri. Ia terbiasa lebih memprioritaskan waktunya bersemedi dan dan merenungkan kebesaran dan keagungan Tuhan di gua Hira. Ia terus melakukan hal itu sampai akhirnya turun wahyu kepadanya.[1] Setelah menerima risalah kenabian (saat itu Nabi Muhammad berusia 40 tahun), mulailah Nabi mendakwahakan ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat Mekkah. Ajaran dakwahnya yang paling pokok adalah tauhid. Ajaran tauhid ini adalah ajaran yang paling esensial. Ajaran ini mampu membebaska manusia dari segala bentuk tirani dan menjadikan manusia sederajat satu dengan lainnya. Misi dakwahnya, mula-mula disampaikan kepada keluarga terdekatnya kemudian saudara-saudaranya dan sahabat-sahabat dekatnya. Mereka yang pertama kali menerima ajakan dan seruan Nabi adalah Khadijah, istrinya. Kemudian disusul oleh Ali ibn Abi Thalib, Abu Bakar, Utsman ibn Affan, Abdurrahman, Zaid, Zubair dan Thalhah. Pengikutnya bertambah dalam jangka waktu 3-4 tahun masa dakwahnya tercatat 40 orang beriman.[2] Setelah tiga tahun Nabi mengadakan dakwah secara sembunyi-sembunyi, turunlah wahyu yang menginstruksikan untuk berdakwah secara terang-terangan. Pada awalnya masyarakt musyrik mencemoohkan dakwah Nabi, tapi ketika mereka menyadari kemajuan dakwah Nabi, mulailah mereka bertindak kejam, menyakiti nabi dan pengikut-pengikutnya. Mereka menentang Islam sebagai akidah yang memiliki sistem, corak, peradaban, politik, sosial, ekonomi dan agama. Ajaran dakwah Nabi bertentangan dengan dasar keyakinan mereka. Secara implisit Islam menentang seluruh institusi masyarakat yang sedang beralangsung saat itu seperti penghambaan diri kepada berhala, kehidupan ekonomi yang bergantung pada tempat-tempat suci, nilai-nilai kesukuan tradisional, otoritas kesukuan Quraisy dan solidaritas klan. Oleh karena itu mereka tidak menghendaki perombakan atas agama dan tatanan sosial mereka, menggantikannya dengan tatanan yang baru. Para pemuka dan aristokrat Quraisy Mekkah, yang menjadi penentang gigih terhadap ajaran Nabi. Umumnya beranggapan bahwa kebangkitan Islam identik dengan kehancuran posisi sosial politik mereka. Mereka ini adalah pihak yang diuntungkan dalam kebodohan masyarakat pada saat itu. Islam dipandang kan menjadi rintangan bagi mereka (Pemuka kaum Quraisy) lalu mereka mengahsut masyarakat untuk menentang dan melawan Nabi Muhammad.[3] Ka’bah dengan ratusan berhalanya pada saat itu merupakan income primer bagi sejumlah tokoh Quraisy, sedangkan Islam menganjurkan meninggalkan sistem keberhalaan yang menjadi sentral sistem politik dan keyakinan masyarakat quraisy. Jika masyarakat meyakini ajaran apa yang dibawa Nabi, maka akan tamatlah simbol kekuasaan sosial politik para pemuka Quraisy. C. Fase Madinah Kondisi Madinah berbeda dengan Mekkah. Mekkah adalah lembah yang sangat tandus. Kondisi georafis negeri ini berpengaruh besar dalam bentuk sikap dan watak masyarakatnya. Pada umumnya penduduk Mekkah bertempramen buruk dan tidak mampu berpikir secara mendalam. Sementara Yastrib (Madinah) merupakan wilayah pertanian subur yang menghasilkan hasil pertanian yang melimpah. Suhu tropisnya tidak sepanas di Mekkah. Masyarakat berhati lembut, penuh pertimbangan dan cerdas berpikir. Oleh karena itu seruan Islam lebih mudah di terima pada latar belakang seperti Madinah dari pada di Mekkah.[4] Di Madinah masyarakat Islam mengalami perubahan besar, mereka mempunyai kedudukan yang kuat dan segera menjadi umat yang kuat dan mandiri. Nabi sendiri menajdi kepala masyarakat yang baru dibentuk itu, yang akhirnya menjadi sebuah negara. Di Madinah Nabi Muhammad bukan lagi hanya mempunyai sifat Rasul Allah, tetapi juga mempunyai sifat kepala negara. Dengan demikian Nabi di Madinah mempunyai fungsi ganda (pemimpin agama dan negara).[5] 1. Pembentukan Sistem Sosial Kemasyarakatan Di madinah, susunan masyarakatnya cukup heterogen dan terbagi dalam berbagai kelompok, diantaranya kelompok Muhajrin, (orang-orang mukmin yang ikut hijrah ke-Madinah bersama Nabi) dan kelompok Anshar (penduduk asli Madinah yang telah memberikan pertolongan kepada Nabi), kemudian kelompok non-Islam, seperti kaum Yahudi, Nasrani, Majusi dan kaum yang menganut kepercayaan Animisme. Seluruh masyarakat madinah, baik yang beriman maupun yang tidak beriman bersedia membela dan melindungi Nabi Muhammad saat itu. Di Madinah tidak terdapat kalangan atasan dan sistem kepemimpinan aristokrasi seperti di Mekkah. Oleh karena itu dalam lingkungan Madinah penyebaran islam lebih sukses daripada di Mekkah. 2. Politik dan Pemerintahan Di Madinah Nabi menempuh dua langkah strategis dalam pengaturan masyarakat, yaitu: · Mengikat tali persaudaraan antara kaum Anshar dan Muhajirin. Kebijakan yang pertama dilakukan oleh Nabi adalah menghilangkan pemisah antara suku-suku dan berupaya menyatukan penduduk Madinah dalam suatau kesatuan masyarakat Anshar. · Memprakarsai penyusunan perjanjian aatau konsensus bersama yang dikenal dengan Piagam Madinah. Piagam ini sangat besar artinya dalam sejarah kehidupan politik umat Islam. Piagam ini juga menunjukkan bahwa Nabi Muhammad tidak hanya sebagai penyebar agama (Rasul), tetapi sekaligus negarawan besar. Adapun pokok-pokok Piagam Madinah antara lain: [6] a) Seluruh masyarakat yang turut menandatangani piagam ini bersatu membentuk satu kesatuan kebangsaan. b) Jika salah satu kelompok yang turut menandatangani piagam ini diserang oleh musuh, maka kelompok yang lain harus membelanya dengan menggalang kekuatan gabungan. c) Tidak satu kelompokpun diperkenankan bersekutu dengan suku Quraisy atau memberikan perlindungan mereka atau membantu mereka mengadakan perlawanan terhadap masyarakat Madinah. d) Orang Islam, Yahudi dan seluruh warga Madinah bebas memeluk agama dan keyakinan masing-masing dan menjamin kebebasannya dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama keyakinan masing-masing. Tidak seorangpun diperkenankan mencampuri urusan agama lain. e) Urusan pribadi atau perorangan, atau masalah-masalah kecil dalam kelompok non-Muslim tidak harus melibatkan pihak-pihak lain secara keseluruhan. f) Segala bentuk penindasan dilarang. g) Mulai hari ini segala bentuk pertumpahan darah, pembunuhan dan penganiayaan diharamkan diseluruh negeri Madinah. h) Muhammad, Rasulullah, menjadi kepala Republik Madinah, dan memegang kekuasaan peradilan tertinggi. Dengan tersusunya Piagam Madinah, maka berakhirlah permusuhan dan pertumpahan darah sesama masyarakat Madinah. Dalam piagam tersebut tercantum, hak-hak dan kewajiban kaum muslimin dengan orang-orang Yahudi di Madinah lewat deklarasi bersama yang merupakan deklarasi pertama tentang hak-hak asasi manusia. Dari aspek pemerintahan kebijakan yang pertamakali ditempuh Nabi di Madinah adalah membangun Mesjid Nabawi. Mesjid ini, selain sebagai tempat ibadah, juga berfungsi untuk kantor pemerintahan pusat dan sebagai kantor peradilan. Setelah berhasil membentuk negara kesatuan, Nabi membagi wilayah kekuasaan Islam menjadi beberapa provinsi berdasarkan latar belakang sejarah dan letak geografis, diantaranya Provinsi Madinah, Mekkah, Tayma, Janad, Yaman, Najran, Bahrain, Oman dan Hadramaut, dengan Madinah sebagai pusat pemerintahan. Administrasi propinsi Madinah kekuasaan Nabi, sedangkan wilayah yang lain diserahkan pada seorang gubernur yang bergelar Wali. Wali-wali ini diangkat oleh Nabi dan mempertanggungjawabkan tugasnya secara langsung kepada Nabi. Masing-masing mereka bertugas sebagai imam shalat, panglima militer, hakim dan sebagai admininstrator. Disamping itu juga Nabi mengangkat ‘amil’ yaitu petugas yang mengumpul zakat dan sedekah pada tiap-tiap provinsi. Di zaman Nabi kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terkumpul ditangan Nabi. Nabi-lah yang menentukan hukum, menjalankan pemerintahan dan juga melaksanakan hukum. Akhirnya disamping sebagai sistem agama dan peradaban, Islam juga sebagai sistem politik. 3. Militer Dalam hal kemiliteran Nabi adalah pemimpinan tertinggi tentara muslim. Beliau turut terjun dalam 26 atau 27 peperangan dan ekspedisi militer. Bahkan beliau sendiri yang memimpin beberapa perang besar, seperti perang Badar, Uhud, Khandaq, Hunain dan penaklukan kota mekkah. Adapun peperangan dan ekspedisi yang lebih kecil, pimpinannya diserahkan kepada para komandan yang ditunjuk oleh Nabi. Pada saat itu belum dikenal peraturan kemiliteran yang sudah baku. Setiap ada keperluan pengarahan kekuatan militer dalam menghadapi suatu peperangan atau ekspedisi, maka Nabi mengumpulkan tokoh-tokoh sahabat untuk memusyawarahkan perihal tersebut. Pada masa-masa awal, pasukan muslim tidak seberapa jumlahnya, tapi pada masa akhir pemerintahannya terhimpun militer Islam yang sangat besar. Pada perang Badar militer muslim hanya terdiri dari 313 pejuang saja, tapi pada ekspedisi terakhir masa Nabi, yaitu ekspedisi ke Tabuk, armada muslim lebih dari 30.000 orang. 4. Ekonomi dan Sumber Keuangan Sebelumnya masyarakat Arab belum mengenal sistem pendapatan dan pembelanjaan pemerintah. Nabi Muhammad merupakan orang yang pertama yang megenalkan sistem ini di wilayah Arabia. Beliau medrikan lembaga kekayaan masyarakat di Madinah. Terdapat lima sumber utama pendapatan negara Islam, yaitu zakat, Jizyah, Khiraj, Ghanimah dan al-Fay. a. Zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim atas harta kekayaan yang berupa binatang ternak, hasil pertanian dan tambang. b. Jizyah adalah pajak yang pungut dari non-Muslim sebagai biaya pengganti atas jaminan keamanan jiwa dan harta mereka. c. Kharaj yaitu pajak yang dipungut dari non-Muslim atas kepemilikan tanah. d. Ghanimah adalah harta rampasan perang. Seperlima dari harta ramapasana perang tersebut diserahkan kepada negara sedangkan selbihnya untuk pasukan Muslim yang ikut berperang. e. Al-Fay adalah tanah-tanah yang berada di wilayah negeri yang ditaklukkan oleh pasukan muslim lalu menjadi harta miliki negara. D. Kesimpulan Peradaban Islam dimulai dari Mekkah, yang ditandai dengan mulainya Nabi Muhammad berdakwah (menyiarkan Islam). Setelah mengalami kesulitan atas tekanan kaum Quraisy di Makkah Nabi pindah (Hijrah) ke Madinah bersama sebagian pengikutnya. Di Madinah Nabi dan rombongannya diterima dengan baik oleh masyarakat Madinah, sehingga penyebaran Islam lebih mudah. Nabi berhasil membangun sistem politik, ekonomi, keamanan dengan menyatukan penduduk Madinah melalui piagam Madinah yang mengikat suku-suku (klan-klan) di Madinah. Setelah Nabi berhasil meng-integrasikan penduduk Madinah, maka lahirlah sebuah kekuasaan dan kekuatan besar yang berbentuk Negara yang dipimpin oleh Rasulullah. Kebesaran dan kekuatan negara ini ditandai dengan dialkukannya berbagai ekspedisi milliter. Dalam hal pemerintahan Nabi Muhammad adalah pemimpin tertinggi yang dipusatkan di Madinah. DAFTAR PUSTAKA Ali. K., Sejarah Islam, Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada, 2000 Erawadi, Diktat Sejarah Peradaban Islam, Padangsidimpuan: STAIN Padangsidimpuan, 2006 Hasan. Ibrahim Hasan, Sejarah Kebudayaan Islam 1, Jakarta: Kalam Mulia, 2002 [1]Erawadi, Diktat Sejarah Peradaban Islam, (Padangsidimpuan: STAIN Padangsidimpuan, 2006), hlm. 11 [2]Ibid, hlm. 12 [3] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah Kebudayaan Islam 1 (Jakarta: kalam Mulia, 2002), hlm. 147 [4]K. Ali, Sejarah Islam, (Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 33 [5]Ibid, hlm. 34 [6] Erawadi, Op. Cit, hlm. 15